Pansus RUU Tipikor Gelar Rapat Masukan
18-02-2009 /
PANITIA KHUSUS
Pansus RUU Pengadilan Tipikor menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak terkait, dalam upaya memenuhi keinginan publik yang mendesak dipercepatnya pembahasan RUU tersebut.
Tujuan utama RDP tersebut adalah dalam rangka memberi masukan terhadap RUU Pengadilan Tipikor secara menyeluruh.
Saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Praktisi Hukum Senior OC Kaligis di Jakarta, Rabu (18/2), OC Kaligis menyampaikan beberapa masukan khususnya tentang Hukum Acara supaya dibahas dalam tahap akhir pembahasan RUU tersebut.
“Bahwa diajukannya usulan-usulan mengenai Hukum Acara didalam RUU Pengadilan Tipikor yang dimuat kedalam Bab tersendiri masih perlu memuat beberapa hal yang perlu dilengkapi,â€kata OC Kaligis.
Ia menambahkan, hal itu diperlukan guna mengakomodir sebagian pengaturan mengenai Hukum Acara yang tidak diatur didalam KUHP.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa demi kepastian hukum dan tegaknya asas-asas peradilan pidana yang memperhatikan keseimbangan antara kepentingan masyarakat dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia yakni tersangka, terdakwa dan terpidana, maka perlu dibuat suatu perundang-undangan yang komprehensif dan sekiranya dapat diakomodir dalam RUU ini.
Selain itu, mengenai komposisi hakim, OC Kaligis mengatakan bahwa sebaiknya keberadaan Hakim Ad Hoc didalam majelis hakim Pengadilan Tipikor dihilangkan, karena menurutnya hakim ad hoc tidak mempunyai spesifikasi keahlian terhadap permasalahan-permasalah khusus yang muncul di pengadilan.
OC Kaligis yang juga pengacara ini juga menganggap hakim ad hoc selama ini tidak becus dalam menangani perkara korupsi. Menurutnya, hakim ad hoc tidak mempunyai spesifikasi keahlian terhadap permasalahan-permasalahan khusus yang muncul di pengadilan.
"Misalnya, tidak ada hakim adhoc yang ahli soal yayasan dan perpajakan,"jelasnya.
Untuk itu, tambah OC Kaligis, ia mengusulkan komposisi 5 hakim karier dan 0 untuk hakim ad hoc. Usulan tersebut sangat timpang dengan UU 30/2002 tentang KPK yang mengatur 3 hakim ad hoc dan 2 hakim karier dalam komposisi majelis hakim pengadilan tipikor.
Menanggapi hal tersebut, anggota Pansus RUU Tipikor Gayus Lumbuun mengatakan bahwa mengenai komposisi hakim yang diusulkan Kaligis merupakan suatu bentuk penghinaan terhadap undang-undang.
“Anda mengatakan hakim ad hoc tidak berguna, sebenarnya saudara tidak berhak mengatakan yang demikian karena pernyataan saudara cenderung tendensius dan merendahkan wibawa hakim,â€tegas Gayus dengan suara lantang.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa proses rekruetmen hakim ad hoc secara jelas diatur dalam undanng-undang.
Sama hal dengan yang disampaikan oleh anggota Pansus Tipikor Tumbu Saraswati (F-PDIP), yang menyatakan ketidak setujuannya atas usulan komposisi hakim yang diusulkan oleh Kaligis.
Hal serupa dikatakan Anggota Pansus Al Muzammil Yusuf Dari F-PKS, menurutnya keberadaan hakim adhoc sangat diperlukan dalam komposisi majelis hakim di Pengadilan Tipikor.
Dalam beberapa konteks putusan, tidak sedikit hakim karir yang memutus sebuah perkara lemah dalam tinjauan hukum. “Karena itu kita sangat butuhkan hakim adhoc, karena masih banyak mafia peradilan di Indonesia,†katanya.
Dalam rapat ini ia juga menyarankan bahwa persidangan Tipikor dapat di pindahkan tempatnya dalam klausul UU ini nanti, alasannya dikarenakan banyaknya kekerasan dalam setiap pengadilan.
Ia mencontohkan, seperti kasus Sumut, jika dalam sebuah perkara korupsi di suatu daerah melibatkan pejabat daerah yang memiliki pendukung, hal tersebut bisa membahayakan hakim dan jaksa yang sedang bertugas. “Jika bisa kita masukan hal ini dalam klausul RUU,†ujarnya.
Selanjutnya, menurut salah satu pengurus dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang juga hadir dalam rapat tersebut menyarankan agar Pengadilan Tipikor tidak diperluas hingga disetiap ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
Hal tersebut menurut YLBHI diperlukan, alasannya jumlah kab.kota di Indonesia Per Desember 2004 saja, di 33 Provinsi sudah mencapai 349 kabupaten/kabupaten administrasi dan 91 kota/kota administrasi.
“Pada Juli 2008, jumlah kabupaten sudah bertambah mencapai 417 kabupaten/kabupaten administrasi,â€katanya.
Selainnya itu, menurut YLBHI masalah pendanaannya pun akan menjadi beban di dalam APBN, dimana anggaran untuk Pengadilan Tipikor tidaklah sedikit. Alasan yang lain karena rekrutmen hakim yang tidak mudah.(nt)